Sabtu, 24 Mei 2025

01 - Tanpa Nama Tapi Ada

Karena Kita Tak Pernah Benar-Benar Jauh



    “Jika rindu adalah do'a yang tak bersuara, maka pagi itu, do'a ku terjawab oleh sepasang mata yang kembali kutemui.”
ㅡ Senin, 14 Agustus 2023; 

    
    Pagi itu tergesa, seperti hati yang terlalu sering dikejutkan oleh hal-hal tak tertuga. Kurasa di dukung, langit ikut menggantungkan warna pucatnya. Dan waktu, terasa seperti benang yang ditarik paksa, cepat, nyaris putus.
    
    Ia, yang seharusnya sudah datang sejak tadi, tak kunjung tiba. Sedangkan detik-detik menuju pukul tujuh di pergelangan tanganku. Hari senin kali itu memberi ancama; barisan keterlambatan dan tatapan penghakiman. 
    
    Akhirnya gadis itu muncul, dengan wayah tak pernah bersalah tanpa waktu. Aku diam, menggenggam hujan yang tak jadi turun, tapi tumpah di mataku sendiri. Di balik punggung gadis itu aku menangis pelan, bukan karena marah padanya, tapi karena panik, takut. 
    
    Untuk meredakan gelisah yang menyesakkan dada, kuputar lagu secara acak—biar saja semesta yang memilih.. Tidak peduli lagu apa, yang penting ada suara yang menemani degup jantungku yang berisik.
    
    Dan semesta, pagi itu, memilih lagu yang nyaris seperti doa yang tak selesai.
    
    "Bawalah pergi cintaku, ajak ke mana engkau mau..."
    
    Lalu semesta benar-benar menjawab. Seseorang melintas dari samping, dan seluruh semestaku runtuh dalam diam.
    
    Itu dia. 
    
    Cinta pertamaku.
    Yang menghilang begitu lama.
    Yang telah menjadi asing.
    Yang kutemui lagi pagi itu, tanpa aba-aba.
    Yang kukira telah menjadi kabar yang usang, alamat yang tak lagi bisa ditemukan.
    
    Ia tak menatap langsung, tapi arah kepalanya cukup membuat waktu berhenti. Ada senyum di sana—tipis, ringan, tapi cukup untuk membuatku lupa bagaimana cara bernapas.
    
    Tuhan, senyumnya masih sama.
    Menenangkan, seperti angin pagi yang membelai lembut pipi yang basah.
    
    Ia mengenakan hijau lumut pada tubuhnya, kopiah hitam, dan sarung yang sederhana namun melekat akrab dengan ingatanku tentangnya. 
    
    Dadaku berdebar, bukan karena takut dimarahi guru,
    tapi karena semesta benar-benar kejam sekaligus manis dalam satu tarikan napas.
    
    Ia melaju cepat, seperti kenangan yang tak sempat kuabadikan. Dan aku hanya bisa berkata, "Cepatlah," pada siapa pun yang sedang membawaku. Tapi motor kami tertinggal jauh, tak sanggup mengejar apa yang sudah ditakdirkan lebih dulu melaju.
    
    Dan saat itulah aku sadar...
    Selama ini, jarak kami ternyata tak sejauh yang kupikir.
    Selama ini, kami masih berbagi langit yang sama, jalanan yang bersilangan.
    
    Yang pasti, hari itu..
    Aku bertemu lagi dengan dia.
    Cinta pertamaku.
    Yang masih membuat jantungku berdetak lebih cepat, lebih hebat dari rasa takut datang terlambat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

01 - Tanpa Nama Tapi Ada

Karena Kita Tak Pernah Benar-Benar Jauh     “Jika rindu adalah do'a yang tak bersuara, maka pagi itu, do'a ku terjawab oleh sepasang...